BTS : Opor Ayam

Well, demi berperan serta dalam melandaikan kurva penyebaran Covid19, selain juga dikarenakan ada larangan mudik bagi para ASN, ostomastis kami sekeluarga tidak pulang kampung pada lebaran kali ini.

Sedih? Jelaaaas… Aku sudah cirambay dari awal puasa kemaren, membayangkan hal-hal yang sudah pasti akan dilewatkan dan pastinya akan dirindukan huhuhu..

Balik ke opor ayam yes.

Bermula dari sebuah paket cinta yang dikirimkan oleh Uti (baca : IbuMertua) yang berisikan abon sapi, bawang goreng, dan kerupuk kulit. Tiga hal yang jadi ciri khas kalo lebaran di rumah Uti, H-1 Idul Fitri, Uti akan mempersiapkan menu berupa opor ayam dan “jangan lombok”. Sumpah itu menu masakan yang super ngangenin banget. Aku yang notabene “orang luar” di rumah itu rela makan menu tersebut lebih dari dua hari. DISCLAIMER!!! Seorang ika adalah seseorang yang picky eater yang hanya mampu bertahan makan menu masakan yang sama maksimal DUA KALI BERTURUT-TURUT. Sehingga, jika bisa makan menu masakan selama DUA HARI BERTURUT-TURUT, maka bisa dibayangkan rasa masakan tersebut pasti luarrrr biasa.

Oke, balik lagi ke opor ayam!

Hubungan antara opor ayam dengan paket cinta tadi apa? Nah biasanya di opor ayam masakan Uti ini diberi taburan bawang goreng dan seledri. Iya, SELEDRI! Sesuatu yang out of the box but surprisingly itu bikin makin lezat karena jatohnya jadi seger gitu, jadinya mau makan lagi lagi dan lagi.

Akhirnya aku berencana ingin menduplikasi masakan tersebut. Menduplikasi dalam artian niruin plek ketiplek seperti yang biasa dibikin oleh Uti. Biasanya selama ini resepnya modal googling dan ayamnya pake ayam negeri, maka kali ini aku khususin nanya resepnya ke Uti. Dan ternyata benar, ada 2 jenis bumbu yang ga dipake oleh Uti tapi dipake oleh aku berdasarkan hasil googling tadi. Pantesan kok rasanya ga pernah bisa mirip hahahaha..

Resep sudah di tangan, dilanjutkan dengan bergerilya mencari ayam kampung. PR banget ini mengingat di tempatku tinggal udah jarang ada yang memelihara ayam. Pesen ke tukang sayur langganan katanya juga belum ada, ada pun ayam pejantan, bukan ayam kampung asli. Ya sudah lah ya, akhirnya minta tolong ke Bang Otoy, dia adalah orang yg sering kumintain tolong dalam hal apapun, mulai dari nguras tandon air, nebang pohon, benerin genteng bocor, sampe anter jemput anak-anak ke sekolah. Nah kebetulan si Bang Otoy ini juga hobi pelihara ayam dan bebek, jadilah aku pesan ke dia ayam jago yang passss banget tinggal 1 ekor.

Sehubungan dengan kemampuanku yang nol dalam hal potong memotong ayam, akhirnya keseluruhan proses mengayam kuserahkan ke Bang Otoy, mulai dari menyembelih hingga memotong dagingnya menjadi beberapa bagian.

Nahhh.. udah terkumpul semuanya, saatnya eksekusi.

Sebelumnya, para potongan ayam direbus terlebih dahulu oleh PakSuami supaya lebih empuk, karena karakter daging ayam kampung yang cenderung lebih alot dibanding ayam negeri. Pada saat proses perebusan ini aku ga turun tangan sama sekali karena bertepatan dengan pelaksanaan zoom meeting, jadi sepenuhnya kuasa ada di tangan PakSuami.

Kelar zoom meeting, kusambangi itu rebusan ayam kampung, kutambahin daun salam, daun jeruk, sekerat jahe geprek, dan sedikit garam untuk meminimalisir aroma “ayam” yang aku sendiri ga terlalu suka.

Lanjuuuut… sambil nungguin ayamnya direbus, aku mulai membuat bumbu-bumbunya persis sesuai dengan resep yang kuterima dari Uti. Bumbu beres, ayam beres, maka dimulailah proses masak memasaknya.

Oya, yang berbeda hanya 1, santan, aku tetap pakai santan instan karena faktor M, Malas hahaha..

Demikianlah sekelumit cerita tentang proses dibuatnya opor ayam yang kali ini melibatkan minimal 4 orang dalam pembuatannya :

Uti, pengirim paket cinta dan pemilik resep keluarga
Bang Otoy, penyedia ayam kampung
PakSuami, perebus ayam
Istri PakSuami, yang bikin bumbu dan kemudian nekat memasaknya.

Selamat menjelang lebaran! Selamat berbahagia! ^_^

1 Comment

  1. rina says:

    kirain ayamnya direbus pake zoom #yha

Leave a Comment